Kamis, 02 April 2009

Sebuah Kesadaran.

Untuk Tus, Tia dan Mbak Nah.

Hari ini, Jam makan Siang di Warung Istriku begitu Ramai. Memang seperti biasa. Apalagi ini hari Jumat, para pekerja itu berebut makan lebih dulu sebelum mereka bergegas melaksanakan kewajiban Solat Jum'at.

Yang berbeda mungkin tempatku saat itu. Aku yang biasanya duduk di depan monitor, harus bergelut didepan Tempat Cucian Piring. Beberapa Pelanggan sempat menggodaku. Wah.... Bos Turun tangan sendiri. Aku hanya bisa nyengir.

Ya. Memang lain rasanya setelah hampir 5 tahunan aku tak pernah membantu istriku di Warung kini terpaksa aku ikut terjun, walau memang usaha kami satu atap. Capek, kesal dan yang tentu Pekerjaan utamaku agak terbengkelai. Memang bisa dikejar setelah Jam makan Siang Usai, namun ya Ampun seperti dikejar sesuatu dibelakang kita.

Dengan peluh yang sedikit kuusap sekenanya aku mulai mengerjakan Kewajibanku. Mengirim data Konsumen ke Kurir yang ada di daerah. Rasa Nyaman dinginnya udara ruangan ber-AC beda kontras dengan panasnya dapur Warung istriku.

Aku baru sadar bahwa dunia ini penuh keseimbangan. Ada dingin, ada Panas. Capek, Lelah. Nyaman, Indah. Teringat Pembantu Warung istriku yang kemarin pulang 3 orang sekaligus karena ada sanak saudaranya yang menikah. Betapa capeknya mereka yang tiap hari harus mengerjakan pekerjaan itu.

Memang dulu akupun merintis dari bawah dan harus mengerjakannya sendiri. Tapi itukan demi keberhasilanku. Lalu mereka untuk apa?. Apa hanya untuk upah yang tak seberapa itu.
Kini aku sadar apa itu pengabdian. Sadar apa itu keseimbangan. Sadar apa itu pengorbanan.

Selama ini memang aku tahu semua itu. Tapi jujur hanya bersifat retorika lisan belaka. Tak seperti hari ini ketika kesadaran itu muncul dari hati terdalam.

Terima kasih TIA, MBAK NAH dan TUS dan semua yang membantuku selama ini. Engkau adalah pahlawan keluargaku.
Tanpamu keseimbangan itu ambruk berkeping.

2 komentar:

  1. Memang Mas sebaiknya pembantu di rumah kita harus kit anggap bukan pembantu melainkan saudara jauh yang ikut berteduh di rumah kita. Kita tidak usah gengsi mengepel lantai rumah ketika pembantu sedang menyiapkan makan pagi. Begitu pula ketika pembantu sakit kita sendiri yang turun tangan. Saya rasa ini wajar dan manusiawi, kendati pun pemabantu itu kita gaji sebaiknya pada saat jam makan malam tiba kita tawarkan untuk duduk bersama dalam satu ruang makan kita dan makan bersama-sama.
    Itu yang ke satu...yang kedua pada saat hari Minggu tiba kita dan keluarga keluar rumah, sebaiknya pembantu kita juga kita ajak jalan bersama dan maaf...jangan jadikan pembantu kita hanya menutup pagar rumah saja manakala mobil kita sudah meluncur meninggalkan rumah. sekali-kali pembantu kita ajak jalan-jalan di hari libur dan melupakan sejenak urusan rumah tangga kita.
    Kiat ini sudah akau terapkan di keluarga saya sejak anak perempuan kecil saya lahir 18 tahun lalu dan sampai saat ini masih ikut saya dan pembantu ini juga sekarang sudah punya anak dan disekolahkan juag anankny. Jadi sudah seperti keluarga sendiri.

    BalasHapus
  2. Ah, aku kok ya jadi kangen karo pangane emakku ya mas Ari,hehehehe...

    BalasHapus

Bila ingin Mendampratku Silahkan,....