Untuk Hari Bumi yang agak terlambat.
Pagi ini, seperti pagi pagi yang lalu. Masih tetap seperti biasanya. Dengan segala Rutinitas yang seakan terprogram rapih hingga kadang bila satu detil terlewat otak jadi kacau, Hang dan error. Dan berujung dengan sejumput puyer meredakan rasa "agak" sakit di kepala.
Setelah mandi, menyalakan sahabat setiaku pentium 4 yang udah agak ngos-ngosan mengejar target. Istri tercintaku masuk ruangan dengan tentengan plastik hitam kecil. Memang setiap ke pasar pagi hari ia selalu membawa oleh-oleh untukku. Teman Teh Tubruk, pasti. Kalau tidak Onde-onde, mungkin jajan pasar seperti Getuk dan sebangsanya.
Sepeninggal istriku kuseruput wangi melati yang teramu padu dalam hangat panas teh tubrukku. Hmmmmmm, nikmat. Terasa sebuah kehangatan ragawi menjelajah menjalari seluruh pori-pori tubuhku. Dimulai dari kerongkongan, turun kelambung dan terus mennyusuri seluruh rongga tubuhku.
Ternyata tebakan hatiku meleset.Bukan onde-onde, bukan pula getuk. Tapi ' Ganyong ', Kacang, dan Talas rebus. Kacang pasti kita semua kenal dan sering menikmati gurih renyahnya bila di goreng pasir. Atau empuk masirnya bila direbus. Kalau Talas?. Di Bogor banyak. Tapi 'Ganyong '???
Ya Ganyong. Sejenis umbi-umbian yang bentuknya mirip Laos. Bahkan sama persis. Rasanya pulen manis, seperti talas tapi lebih pulen dan berserat.
Entah mengapa, sambil menikmati hidangan eksotis tropis yang dibawa istriku. Tanpa sadar fikiranku terbawa kemasa lalu. Jauh hingga berpuluh tahun kebelakang.
Nampak sebuah rumah dengan dinding anyaman bambu, kami menyebutnya pager. Dengan atap daun sagu atau bulung. Biasa kami bila sore bersama beberapa bocah kecil mancing ikan sepat, menter atau kadang Lele kampung. Dipinggir 'blumbang' atau saluran air yang airnya bening hingga ikan di dalamnya dapat kita lihat yang sesekali berlarian dibawah ranting kayu yang jatuh terendam.
Duduk beralas daun jati disela rumpun pohon ganyong dan perut, apalagi ini. He..he..he...aneh memang. Mungkin yang tepat wortel jawa. Bentuknya hampir mirip tapi ia putih dengan kulit bening. Kami sering memakannya dengan terlebih dulu dibakar, atau direbus.
Senda gurau sambil sesekali menarik mata kail dengan sentakan keras dan ditimpali seruan kegirangan melihat seekor Ikan Bayong atau Gabus menggelepar ditanah coklat.
Oh betapa indahnya, senja menjelang petang bersantap perut dan ganyong berlauk ikan menter dan gabus. Dan yang paling seru ketika sadar muka kita hitang coreng moreng karena tak sadar mengusap keringat dengan tangan yang hitam bekas abu bakaran yang menempel di bakar Ganyong.
Setelah puas saling memperolok dan seing berlanjut dengan saling mencoreng muka kami dengan bekas abu, kami berlarian dan berakhir di kali besar di ujung desa. Setelah abu kini berganti lumpur kali beterbangan disekitar kami. Dan..., JBURRRRRRRRRRR...... bbbrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr,....Segar.
Jauh di ufuk barat. senja kemerahan menyongsong malam.
saya kangen : pulang
BalasHapusiyaa..mas, saya tau apa itu ganyong..
BalasHapusskrng kalo ke rumah mbah..kadang tetangga msh suka mengirimi kami ganyong itu...
rasanya enak, pulen ya...
tp kalo di jogja..ganyong itu gak disukai orang...
hehehe...
ganyong = belagu / overeacting....
Lho mas..yang kayak wortel tu. bukan perut, tapi GARUT kali mas... Waktu saya kecil, sering buat lem kalau pas bikin layang-layang. Dibakar dulu, dipotong trus dioleskan di kertas...
BalasHapusMaklum cah ndeso sih.
Duh jadi inget waktu kecil suka diajak ke rumah kakek di desa...(maklum aku anak kota). jd laper nih...
BalasHapusganyong... what is that?
BalasHapusbaru bangeet denger mas... enak banggeet ya tinggal di pedesaan.. saya suka ngayal tinggal dkt sungai, sawah, hehe...
Denna : Ganyong is like Lengkuas or Laos. Tapi rada gedean. Direbus atau dibakar Pulen manis tapi agak berserat.
BalasHapusFanda : duhhh yang anak kota.
Jengsri : Inget kali Pedurungan gak ? timur banjardawa.
Mulyati : Didaerahku sebutanya Perut mbak.
Tisti Rabbani : Pengalaman juga.
anindyarahadi : Pulang dong.