Selasa, 21 April 2009

Hari Marsinah


Setelah hiruk pikuk tentang Kartini usai. Dengan segala seremonial yang sesungguhnya hanya bersifat hanya sekedar memperingati. Hanya sedikit rasanya yang benar-benar mengerti, memahami dan menjalankan apa yang disebut kesetaraan Gender, kesamaan harkat. Antara Pria dan Wanita.

Dari lingkup kecil, sebuah keluarga. Masih begitu banyak wanita yang hanya diposisikan Jalmo Wingking. Orang belakang. Yang bertugas Dapur, Sumur, Kasur. Miris.
Semegah apapun seremoni itu diadakan, makna dasar perjuangan Kartini sesungguhnya masih jauh arang dari api. Berasapun tidak.

Apalagi kalau kita melangkah ke lingkup yang lebih luas. Betapa diskriminasi itu kian terasa, dengan segala pembenarannya. Peraturan, Adat dan agama. Belum arogansi kaum pria.

Betul wanita adalah mahluk ayu nan lemah gemulai. Dimana ia harus kita hormati, sayangi dan lindungi. Dengan cara seperti apa?. Dielus dipajang sebagai pajangan ruang tamu. Atau sarana pamer dengan sejuta kemilau intan berlian yang menaburi badannya. Atau bahkan Untuk sebuah kesetaraan ia kita kirim ke medan juang Devisa ke luar sana.

Yang pas sebenarnya memberi kesempatan seluas-luasnya sesuai kemampuan dan tempatnya.
Sesuai keahlian, minat dan keinginannya. Dengan segala perlindungan agar tak tercerabut haknya, karena sesungguhnya ada sisi lemah padanya. Dan apakah itu sudah terpenuhi ?.

Jangankan bicara tentang hak-hak perempuan, yang sungguh dan Nyata adalah perhatian ke sekian ribu dari kebijakan-kebijakan Pemerintah. Untuk kebijakan utama saja masih carut-marut. Maka mimpi jika kita terlalu berharap terhadap mereka. ( baca: penguasa )

Kembali dengan segala celoteh tentang Kebangkitan dunia wanita. Ada sesuatu yang terlupa dengan segala gegap gempita akan keberhasilan beberapa tokoh wanita. Sebut saja Sri mulyani, Sulasikin Murpratomo atau Siti Fadilah dan Mari Pangestu.

Satu wanita dengan segala kekurangannya, yang muncul dari akar rumput, dari kalangan bawah.
Dengan pendidikan pas-pasan namun ia berani bertindak melampaui kemampuannya. Dengan status buruhnya ia berani lantang menyuarakan kebenaran. Dialah MARSINAH.
Yang untuk hak-hak sesamanya ia serahkan nyawa-Nya.

Perenungan mendalam. Perlu kedepan ada perhatian dari kita, bukan hanya seremonial belaka. Tapi suatu kebijakan menyeluruh tentang Hak Wanita indonesia. Jangan sampai menunggu seribu marsinah berkalang tanah. Atau menunggu Ceriyati-ceriyati lain yang gagah berani melompat dari atas gedung di Luar sana.

Paling tidak dari diri kita.
Pandanglah ia, hormati ia, perlakukan ia sejajar dengan Pria.

in memoriem, Marsinah lahir tanggal 10 April 1969

2 komentar:

  1. aku yo ndak inget ya waktu kejadian marsinah aku dimana ya?? kebanyakan diluarnya dari pada diindonesia sih, jadi bingung,hehehe

    BalasHapus
  2. yang saya kurang setuju nih....wanita sebagai makhlik yang lemah....sebebarnya sih,lemahnya cuman dari segi fisik,itupun kalo dibandingkan dengan laki laki yang sehat,akan tetapi dalamnya sama kok....pola piir...otak dan sebagainya lah.....
    pola pikir manusia sebenarnya sama sih,hanya wawasan dan lingkunganlah yang akan membedakan...terimakasih..

    eh nih ada bonus nih....ikut ppc aja...lumayan bisa menghasilkan ...contohnya indo ppc...caranya gampang dan gratis kok...
    bila mampir ke blog aku klik aja indo ppc..trus daftar.....liat kolom kiri....ada banyak lo..ada ngebux,adsensecham,kumpul bloger,dengan gituan blognya akan lebih banyak nyambung ama blog lain . lagian menghasilkan kan lumayan sambil tukar pikiran yang positip trus nambah income....terima kasih....

    BalasHapus

Bila ingin Mendampratku Silahkan,....