
Terinspirasi oleh Posting dua sahabat. Satu Wanita berkaki panjang ,jengsri dengan fenomena TKI/TKW dan Mak reni tentang kebiadaban Satpol PP hingga merenggut nyawa bocah tak berdosa SITI KHORIYAH.
Mari coba merenung, sebenarnya apa yang yang menjadi muara segala persoalan tadi. Segala permasalahan yang seakan benang kusut tanpa ujung, tanpa awal. Hingga untuk mengurutkanya perlu tetesan darah. Sekali lagi miris.
Meminjam ilmu Soewoeng, mari kita terbang diatas awang-awang nusantara. Gunakan teropong batin paling dalam, dengan jiwa bersih seperti jiwa yang baru lahir, jiwa yang baru, new soul.
Maka terlihatlah betapa Indonesia tak lain dan tak bukan hanyalah sarang rayap nan indah. Megah dengan segala kekayaannya, namun sesungguhnya rapuh karena dibangun oleh gerombolan rayap penguasa, yang mengerogoti kekayaan negeri ini. Lalu mengelabui rakyatnya dengan berbagai monumen-monumen pencakar langit tapi kropos karena dibangun dengan Mark-up Anggaran oleh rayap perencana, lalu penurunan kwalitas bahan oleh Rayap pelaksana, dan pelaporan Asal bapak Senang dan Ujung ujungnya Duit dari Rayap Pengawas, dan tanda tangan asal Teken Rayap Birokrasi dengan Sumpel duit.
Laut indonesia nan biru, dengan segala isinya tak lebih dari air keruh berisi karat dari besi tua. Kekayaannya telah ia aduk-aduk dengan rakus, hingga hanya tinggal air leri ( air kotor ). Dan siapa yang berani melaut tanpa izinnya, pasti mengambang tak berdaya.
Hutan hijau Indonesia, tak lebih dari sebuah kepala Botak dengan wig palsu. Rimbun lebat kelihatannya, tapi gundul ditengahnya. Lalu bila ada yang bertanya, mereka berlindung di balik kebijakan Pemerintah. Hingga yang gundul ditutup dengan peraturan hingga tampak rimbun kembali.
Oh… sebegitu parahkah???. Ya . Indonesia memang tengah Sekarat.
Hingga aku tertawa kecut sekaligus miris mendengar slogan di Media tentang sebuah Pembangunan katanya, LANJUTKAN. Apanya yang dilanjutkan, Pembobrokan negeri ini ?. Atau lanjutkan hingga negeri ini terjungkal terjun bebas ke laut dalam, yang penting mereka telah punya sekoci untuk mereka dayung kenegeri sebrang. Karena di sana mereka punya tempat, yang penting ada uang. Di manapun kita dapat hidup, nonsens dengan Kebangsaan, Nonsens dengan kerakyatan.
Lebih miris lagi dengan slogan LEBIH CEPAT LEBIH BAIK, lebih cepat pembusukannya. Hingga mereka para penguasa akan dengan gampang memilah-milah mana yang dijual, mana yang tidak untuk mempertebal kantong celana mereka. Atau Lebih cepat menggerogoti kekayaan negeri ini dan sisakan ampas kering untuk rakyatnya. Toh dengan Beras penuh kutupun antrian tak pernah berhenti.
Atau MARI BUNG REBUT KEMBALI, apanya yang direbut. Kekuasaan untuk mengexplorasi negeri ini untuk para kroni. Hingga rakyat kecil hanya puas untuk jadi penonton. Atau rebut kembali keasyikan bermain catur dengan lawan baru, hingga baginya nyawa tak lebih dari buah catur yang dengan gampang dicomot dan disingkirkan.
Tapi inilah Indonesia. Negara sakti mandraguna. Negara dengan Rakyat sangat sakti hingga menderita seberat apapun tetap tersenyum. Menjeritpun hanya sebentar, esok senyum telah terkembang.
Atau karena Indonesia Bangsa yang beragama, hingga mampu memberi maaf kepada mereka yang salah. Tapi bukankah agama melarang umatnya berbuat dosa, hingga pencuripun di potong tangannya.
Entahlah, Atau sudah saatnya revolusi damai. Atau evolusi dengan tertata ( Reformasi ) tapi dengan korban dimana-mana.