Rabu, 14 November 2018

#KAI Jauh Terasa Dekat

Kecintaanku pada si-dia berawal pada tahun 2014, dan aku cinta mati padanya sejak saat itu. Bagaimana tidak. Saat rindu membuncah, ialah yang setia membantu mengantarku melepas rindu. Saat sebuah masalah datang tiba-tiba, dan aku dibutuhkan di dua tempat dengan selisih waktu yang sangat tipis. Ia penyelamatku tanpa menuntut banyak.

Yup. Inilah cerita nyataku tentang si-dia, si-kereta api. Tahun 2014, aku diharuskan terpisah dengan keluargaku. Istri dengan 3 buah hatiku. Sebuah amanat disematkan dipundakku, aku terpilih menjadi kepala desa. Sedang Istri dan anak-anakku menolak untuk ikut ke desa. Pertimbangan mata pencaharian pokok.  Juga sekolah anak-anakku menyebabkan istriku dengan berat hati rela melakukan hubungan jarak jauh untuk sementara waktu.

Aku adalah putra pekalongan kota batik, tepatnya desa kedungjaran kecamatan Sragi kabupaten pekalongan jawa tengah. Di sana juga sekarang saat tulisan ini dibuat aku menjadi seorang kepala desa. Latar belakangku seorang pedagang nasi kecil-kecilan di gang sempit di daerah Jembatan Lima Tambora Jakarta Barat. Sudah berpuluh tahun aku mengadu nasib di sana, hingga anak-anakkupun tinggal dan sekolah di sana pula.

Maka bisa dibayangkan, jakarta - pekalongan sejauh 400 KM harus aku tempuh bila ada keperluan. Baik keperluan pribadi rutin, kangen keluarga tentunya maupun urusan lain yang harus aku selesaikan di jakarta. Aku harus melakukan perjalanan darat dengan roda empat. Paling cepat 7 - 10 jam bila berangkat pada saat tepat. Bila kurang beruntung, terjebak di toll cikampek bisa lebih dari itu.

Biasanya aku ke jakarta 2 minggu sekali secara rutin, itupun kalau di desa tak ada acara. Namun terkadang baru seminggu, rindu keluarga sudah di ubun-ubun. Jam berapapun pada akhir pekan aku ke jakarta. Itupun hanya 1 hari di jakarta. Sabtu berangkat dari pekalongan, dan senin pagi harus ada di kantor desa untuk menjalankan tugas dan kewajiban.

Bisa dibayangkan, keinginan untuk melepas kangen dengan anak-anak akhirnya buyar. Sesampai di jakarta setelah mengendarai kendaraan 7 - 8 jam yang tersisa rasa penat dan ngantuk. Hingga sesampai di jakarta yang sering justru tersita untuk istirahat. Selepas istirahat hanya ada waktu 3 - 4 jam pada sore harinya bersama keluarga. Karena aku harus segera pulang kembali ke pekalongan, senin pagi harus sudah di kantor desa.


Kondisi ini berakhir, ketika pertengahan 2014 ada tugas kerja ke kementrian desa dari pemerintah kabupaten. Dinas memutuskan naik kereta api. Ini kali pertama aku naik kereta api, setelah memiliki kendaraan pribadi memang tak pernah naik kereta. Kalaupun tak bawa kendaraan sendiri, ada travel di desa yang bisa sampai depan pintu jadi langganan.

Pengalaman hari itu sungguh sangat luar biasa, jujur aku kaget alang kepalang. Sedari pintu masuk stasiun, gambaran suram stasiun yang dulu ada sirna tak berbekas. Calo liar dan pedagang asongan tak ada satupun. Rapi, bersih dan tertib. Wajah stasiunpun kini lebih greng cerah.

Semakin terkesima saat memasuki kereta yang kami tumpangi. Kereta yang kami naiki adalah kereta Tawang Jaya, kelas ekonomi. Bukan mau irit namun atas kesepakatan bersama agar tak ada yang tertinggal kereta untuk beberapa rekan yang tinggal agak jauh.

Kereta ekonomi yang sekarang jauh dari yang dulu ada, pengap, kumuh, sumpek. Yang sekarang wangi, dan luar biasa ber-AC. Walau memang tempat duduknya masih seperti kereta api yang dulu, namun kenyamannya sangat-sangat lebih dari cukup. 

Semua duduk sesuai nomor, tak ada saling berebut kursi. Aku ingat dulu, ada tukang becak langganan yang berbadan kekar yang jadi langganan ayahku. Setiap kami naik kereta selalu menggunakan jasanya. Selain naik becaknya, abang becak ini pula yang jadi pencari kursi, merangsek dan menguasai kursi sesuai jumlah keluarga kami. Tak jarang perkelahian sering terjadi. 

Satu waktu juga pernah karena kursi memang sudah penuh, aku harus ditipkan di kereta restorasi dengan membayar biaya tambahan. Sekarang semua serba nyaman, tak ada ancang-ancang seperti pelari yang akan memulai lomba saat kereta memasuki stasiun. Lorong kereta bersih, tak ada lagi orang duduk dilantai bahkan tiduran beralas koran karena tak mendapat tempat duduk. Juga, tak ada pedagang lalu lalang, walau ini akhir-akhir ini aku rindukan juga. 

Luar biasanya lagi, pengalaman sebal ketika harus berhenti di tengah sawah, atau di sebuah stasiun karena ada kereta dengan tiket yang lebih mahal kini tak ada lagi.

Dulu, ada perasaan terhina saat aku duduk berhimpit-himpitan di pintu, karena pintu adalah tempat ternyaman dengan aliran udara segar setiap saat. Kereta harus berhenti di sebuah stasiun hingga 30-an menit, lalu pelan tanpa berhenti meluncur sebuah kereta bertiket lebih mahal. Tatapan mereka di jendela kereta seakan akan penuh ejekan kepada kami yang ada di kereta ekonomi.

Situasi itu tak ada sama sekali. Tak ada kereta yang harus berhenti di tengah persawahan karena ada kereta eksekutif yang harus didahulukan. Terasa dimanusiawikan sekarang ini, tak ada simiskin dan sikaya.



Dan yang menjadi keheranan berikutnya, hanya dalam waktu kurang lebih 5 jam kami sudah sampai di Pasar Senin. Beda jauh dengan dulu yang harus memakan waktu hingga 10 - 14 jam.

Sejak saat itu, kumpul keluarga terasa sangat-sangat lebih nyaman. Kini bila tak ada acara di desa, setiap seminggu sekali pada Jumat sore selepas jam kantor atau sabtu paginya aku kendarai kendaraan roda empatku ke stasiun, parkir nyaman, murah dan aman. Tiket sudah aku pesan di KAI Acces, atau kadang aku beli di BUMDes di desaku yang juga melayani penjualan tiket. Setelah cetak tiket secara mandiri tunggu sebentar lalu kereta datang.

Kwalitas kumpul keluarga meningkat maksimal, tak ada penat sedikitpun. Pulang ke pekalongan selepas kumpul keluargapun tak menjadi momok. Aku ambil jadwal terakhir kereta api di Stasiun Pasar Senen pada jam 23.00 WIBB kalau pulang. Aku berangkat saat anak terkecilku sudah terlelap. Tak ada lagi saat-saat si kecil merengek ikut pulang dan bertahan di mobil sebelum mesin kunyalakan seperti dulu lagi. Sesampai pekalongan waktu subuh dalam keadaan segar, tugas di hari seninpun lancar tanpa halangan.

Hingga ada cerita lucu, yang kadang malu aku ceritakan. Jadwal di desa sangat begitu padat, tapi rinduku pada kekasih tersayang sudah tak bisa dibendung. Sedari pagi gelisah. Padahal jam 14.00 WIBB esok harinya di desa ada acara yang tak bisa aku tinggalkan. Tanpa berfikir panjang jam empat sore aku ke stasiun, Argo Muria aku naiki dan jam sepuluh malam aku sudah di Gambir jakarta. Hi..hi..hi... anak anak sudah tidur.

Pagi harinya Tawang Jaya Premium dari pasar senen jadi andalanku. Koordinasi aku lakukan di perjalanan. Edit powerpoint untuk makalah yang akan aku sampaikan sorenya bisa kulakukan dengan mudah. Walau sayang wiffinya belum ada.

Hmmmmm karenamu Kereta api Indonesia, Jauh terasa Dekat. 

Sabtu, 29 Agustus 2015

Revolusi Mental 1

Hmmmm..............,
Entah harus mulai dari mana, gamang-ragu. Karena jujur terlalu lama Rumah ini aku tinggalkan.
Namun harus kuluapkan, agar beban otak ini tak semakin berat-penuh hingga pecah terburai isinya.

Revolusi Mental,
Entahlah karena Jokowi yang orang ndeso yang mendengungkannya, dan sayapun wong ndeso.
Atau karena ia dari sebuah Partai, yang dulu ketika kelas 2 SMA-pun saya harus berurusan dengan ruwet dan kerasnya Birokrasi karena menjadi pengurus partai tersebut.
Atau mungkin karena secara tak sadar karena aku bagian Birokrasi kini, hingga ketika seorang Presiden mencetuskan sebuah Ide gagasan maka akupun mendukungnya.

Lepas dari itu semua, jalan hidup aku di Desa ini berawal dari keinginan merubah sebuah keadaan yang jauh dari ideal menjadi paling tidak berkeadilan bagi semua yang mendiaminya. Dalam arti Pemerintah Desa yang bisa melayani dan menempatkan hak serta kewajiban warganya sesuai porsi yang pas.

Itupun tak lepas dari kesalahan masa lalu, yang bertujuan demi perubahan dengan mendorong seseorang justru berakibat lebih buruk bagi desaku. Lebih tepatnya, aku turun ke desa untuk membayar kesalahannku ketika mendorong seseorang memimpin desa ini.

Dengan segala Idealisme yang membumbung tinggi di hati, lalu izin dari istri yang semula agak susah kudapat kutapakkan kakiku untuk sebuah kata. Pengabdian.

Namun pada awal langkahku, langsung menghadang satu kondisi yang membuat diri tercengang. Sebaik-baiknya Calon Kepala Desa adalah yang bisa membagi uang pada pemilih. Artinya Akhlaq, Kemampuan dan Intregritas adalah nomor sekian. Hal pokok adalah Uang.

Di awal walaupun aku menang sesungguhnya aku kalah 1 - 0.

Jumat, 10 Mei 2013

Kangen


3 tahun........

Yup, 3 tahun sudah aku pergi.

Pergi meninggalkan sebuah rumah jiwa.
Rumah dimana dulu segala keluh kesah dapat begitu mudah mengalir,
Rumah dimana dulu segala celoteh diri dapat dengan ringan terucap.

hmmmmmmmmm, 3 tahun.
Begitu banyak cerita terlewat begitu saja.
Tanpa ada satu hurufpun kutoreh di dinding rumah ini.
Tiga tahun yang berlalu hanya dengan senda gurau di rumah lain
tanpa atap, tanpa dinding... tanpa lantai.

hahhhhhh....... kangen rasanya.
Saat hati ini lapang...lepas,
setelah beban hati terungkap habis
lewat coretan batin di rumah ini.

Mungkin sudah saatnya aku kembali,
menata rumah yg tiga tahun ini tak terhuni.

Jumat, 03 Desember 2010

TOLAK PAJAK WARTEG


Setelah tiarap untuk sekian lama.

Bukan karena menghindari abu merapi.

Bahkan bukan pula menyiapkan diri ikut Referendum Yogya.

Tapi semata-mata ingin mengabdikan diri secara penuh, kepada keluarga tercinta.

( Mau bilang ngopeni/Ngemong bayi malu )



Yak…..

Hampir lima bulan ini boro-boro ngeblog, blogwalking atau Update Blog.

Kadang baru megang Keyboard si-Dede udah ,”Owwaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa…….!”.

Sering pula baru nglirik Mouse yang kerlap-kerlip menggoda Teriakan Kencang menggema,” HOEEEEEE !!!”.

( Masa sih bayi 5 bulan udah bisa ngomong gitu ? )

He..he..he..he…. yang ini bukan suara si-dede, tapi suara Emak-nya Nyuruh ganti Pampers si-dede.



Maka Otomatis selama lima bulan ini aku Vakum di dunia Bloging. Entah berapa ribu surat dari fans mengalir tiada henti kayak air Pam. ( Yang ini bohong pasti. Pam kan sering mampet ! )

Dan baru kemarin kesadaran akan Blog yang telah lama kutinggalkan muncul.

Pasti karena berita SBY Sultan ?........ bukan !.

Tentang Sumiati ?..............................itu juga bukan !.

Atau Wikileaks ya ?............................itu juga bukan !.

Lalu apa Dong ???



Sabar….., semua itu karena istriku.

Loh emang Istrinya diriku menjadi berita ya ?

Emang Istrinya diriku Artis ya ? ………………… Bukan, walau secara Jujur wajahnya sih kayak artis.



Ya semua itu karena istriku sepulang dari pasar bilang bahwa Warteg mau dikenai Pajak.

Busyet !!! Udah Gila apa nih Pemerintahnya.

Ditengah kesulitan ekonomi seperti sekarang ini Pemerintah masih dengan Nekatnya mengeluarkan Kebijakan yang mencekik Rakyat.

Belum terlupa di Ingatan kita betapa Gempuran Tekstil dari Luar menggelontor tak terkendali hingga mengakibatkan Kolapsnya dunia perkonfeksian, korbannya rakyat kecil.

Lalu Kebijakan Subsidi BBM dengan segala Polesan Lipstiknya yang ternyata berujung melonjaknya harga bahan pokok, korbanya rakyat kecil.

Dan terakhir isu naiknya tariff listrik yang kembali memaksa harga yang sudah naik kembali naik lagi, korbanya rakyat kecil.

Lah sekarang Warteg dan sejenisnya mau dipungut Pajak, korbanya rakyat kecil.



Lalu kemana itu wakil rakyat ?

Masa kebijakan yang tak pro rakyat koq bisa lolos.

Apa bener kata Mbah Bejo kemarin dulu,” Kursi nek empuk biso gawe moto merem”.

( Kursi Empuk /Jabatan bisa membuat gelap mata/hati ).



Kalau begitu mulai besok Seluruh Pejabat, baik eksekutif , Legislatif dan Yudikatif saya serukan jangan pakai Kursi.

Terus pakai apa ? LESEHAN !!!

Walah malah anteng Turune…………,( Lelap Tidurnya ).

Maka tamatlah Indonesia.

Dan Jayus-jayus kecil tertawa ria.

…..OBYEKANNNN !!!!...... OBYEKANNNNNNNN !!!!!!!

Kamis, 22 Juli 2010

RATAPAN ANAK TIRI NEGERI

Dunia anak,
Ceria.
Penuh tawa.
Betulkah ?, atau ini mimpi.

Bukankah itu juga anak ?,
yang tiap pagi menengadahkan tangan di tiap perempatan penuh asap.
Bukankah ini juga anak ?,
yang masuk televisi bukan karena prestasi besar, tapi perutnya.
Bukankah dia juga anak ?,
yang berkotak kecil menjanjikan syurga dengan imbalan recehnya.
Bukankah mereka juga anak ?,
yang bersimbah peluh menyunggi karung ditengah dingin udara malam Pasar Kramatjati.
Bukankah ia juga anak ?,
yang meregang nyawa dirojok nafsu sang pemerkosa.

Dunia anak...
Penuh Isak.
Rintih lara, ini nyata.

Salah siapa ?
Salah Anjing di Dewan sana,
atau Babi yang bersarang di gedung Pemerintahan,
atau mungkin Tikus gendut di lorong-lorong kebijakan.

Atau bahkan kita....
yang merasa sudah berbuat,
Ternyata Belum.

Selasa, 01 Juni 2010

Hmmmmm........ URINE/DARAH


Judulnya aneh, itu kencing darah. Atau darah dikencingin.
Dua-duanya salah, apalagi kalau berpikiran ini drakula lagi kencing....

Ini tentang keluh kesah seseorang,
Seseorang yang dengan kesadaran teramat-amat tinggi akan kebersihan jakarta,
hingga ketika betapa sibuk kerjaannya, ia masih tetap menyempatkan membersihkan got-got disekitar ia tinggal.

Bukan hanya di depan tempat ia tinggal tapi dari ujung-keujung.
hampir tiap hari, di subuh gelap ketika yang lain masih terlelap.

Yang aneh, tiap orang lewat memanggilnya," BOS ! "
Lah bos kok bersihin got.
Tapi memang, ia seorang usahawan dengan puluhan Kios.
Malah ada beberapa Truk Expedisi segala macam. Tapi ia tetap bersahaja dan peduli dengan lingkungannya.

Tempat ia tinggal ada dilingkungan KUMUH Jakarta barat.
Dimana mayoritas penduduknya adalah pendatang dari segala macam suku dan bangsa.
Ada jawa, sunda, dayak, cina bahkan india. Semua campur aduk.

Tapi kebanyakan adalah cina dengan usaha konfeksinya,
mereka menempati deretan paling terdepan di gang,
dan dibelakangnya baru tempat tinggal para pendatang jawa-sunda berjubelan.

Lah kembali kesi-BOS, kenapa koq tinggal di daerah KUMUH tersebut.
"he..he..he..., ya karena disinilah saya bisa hidup, cari nafkah untuk anak istri".
Ohhhh, ternyata banyak Kiosnya melayani para buruh Konfeksi di rumah-rumah cina tersebut.

Ketika ditanya," Kerja bakti koq sendirian, subuh-subuh lagi ".
Jawabnya enteng," Sempetnya gini hari".
Lalu coba kukejar," Kalau siangan terus hari minggu kan warga lain bisa turun semua".
" Kata siapa ?!".

Sepuluh tahun ceritanya ia tinggal di lingkungan itu, hanya satu dua yang sadar akan kebersihan lingkungan. Yang lainnya merasa sudah cukup dengan membayar iuran RT/RW dan memberi Uang Rokok ketika ada kerja bakti. Padahal intinya bukan itu, sambungnya sambil menyeruput kopi kental kegemarannya, Kopi Luwak.

Lingkungan ini, jakarta ini butuh kebersamaan. Mimik wajahnya sangat serius ketika ia mengatakan ini.
Kebersamaan untuk menatanya, mengaturnya dan membersihkannya.
Kalau semua orang merasa dirinya sibuk, jadi bos dan cukup dengan membayar iuran RT/RW, lalu ketika kerja bakti hanya memberi uang rokok yang ternyata hanya masuk ke kantong pengurus maka tunggu Jakarta Ambruk.

Wahhhh, ngeri juga. Lalu dengan sedikit suara tertahan,
" Kalau sibuk, subuh-subuh mereka sibuk apa sih?. Cukup satu orang didepan rumah bersihkan got masing-masing paling lima menit selesai".
" Tak usah kerja bakti, nanti kalau kerja bakti jawaban mereka paling,.... wahhhh lembur nih gak bisa bantu. Ini uang rokok aja ya".
"Padahal didalam mereka nonton film terbaru di depan layar TV Plasma 40 inchi".

Waduhhh, kok sara nih pak ?
" Loh bukan ke orang dari XXXX saja lho, semua. Gak jawa, gak Sunda, gak China. Tapi khusus yang merasa BOS yang paling saya gak suka !".
" Lahhhh... kitanya nungging-nungging di Got depan rumah dia. Ehhh malah asyik baca koran. Lalu nongol kepalanya doang, lalu ngomong iya nih tiap hari banyak sampahnya. Kadang si-anu tuh buangnya sampah di got ".

" Emang si-Anu suka begitu ya pak ?", tanyaku.
" Mana bisa si-Anu buang bungkus PIZZA HUT, orang makan aja harus ngutang".
Memang kata bapak yang BOS tadi, sering ia menemukan bungkus-bungkus plastik dari Hypermarket terkenal. Yang tak mungkin orang kampung mengaksesnya.

" Lalu menurut Bapak baiknya gimana ?", tanyaku lagi.
" Ya itu. Luangkan waktu 5 menit di pagi hari bersihkan got masing-masing".

" Kalau mereka gak mau pak ??? ".
" Huuuhhhh, sekali-kali saya pingin cium bau darah mereka.
Bosan tiap hari dengan Pesingnya air kencing mereka !".

gambar dari sini

Rabu, 21 April 2010

VIVA MAFIOSO


Anggodo Tepuk dada,
Siapa Lu ?!!!

Kan dah Gue Bilang RI-1 dah Oke.
Mau gonjang-ganjing Negeri ini,
Amannnnnn.......
Duitttt......duiiiitttt

( kayaknya begitu isi hati Anggodo saat ini )

Hmmmmmm.......
Bakal Rumyam Negeri ini.
Berbagai badan penegak keadilan dibentuk,
Rontok juga pada akhirnya.

Kepolisian,.... gampang.
Kejaksaan,...... bisa diatur.
Pengadilan,..... he..he..he... ada koq orang kita.

KPK,.....
gak doyan duit kasih Cewek, apa sih susahnya.

SATGAS MAFIA HUKUM,.....
he...he...he....
Jangan-jangan hanya sebuah upaya Pencitraan kembali.

Jangan bilang sekarang Era Penegakan Hukum
Karena kembali sebuah Drama Lucu Pengadilan Negeri ini naik tayang
ANGGODO MENANG !!!!

Kelanjutannya ???
Tanya pada Pedang yang bergoyang....