

Mbbbooooooooooooooooooooooooooooooookkkkkkkkkkk !!!!
Emmmbbbbbaaaaaaaaaaaakkkkkkkkk...!!!!!!!!!
Biiiiiiiiiiiiiiiiiiibbbbbbbbbbbiiiiiiiiiiiiiikkkkkkkkk !!!!!
Cuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuugggggggggggggggg !!!
OB.............................................
Itulah sebagian sebutan mereka, dari lebih banyak lagi panggilan yang kita tahu.
Apapun mereka disebut, dengan bahasa kasar hingga bahasa manis penuh kias tetaplah sama. Orang yang nasibnya belum sebaik seperti yang dicitakan.
( Aku takut, kalau aku sebut sebaik ' kita ' apakah aku masuk dalam kategori yang ' baik ' tersebut. Karena jujur aku juga kuli. )
Dan dimanapun mereka berada, entah di Rumah sederhana atau di Gedung tinggi semisal istana. Tempat mereka adalahah sama, tempat yang sebagian orang enggan menyambanginya. Entah itu dapur, tempat cuci, pantry dan sebagainya. Tugas mereka adalah seksi repot yang harus menyiapkan segala sesuatu untuk kepentingan tempat ia bekerja. Pekerja yang hanya tahu diperintah tanpa bisa, bahkan berhak untuk bertanya.
Marilah mengintip keluar jendela, ada rekan-rekan mereka. Bertempat beda namun nasib sama. Baik yang sedang memasang pipa untuk air minum, atau bergelayutan diatas tiang untuk terangnya malam. Atau bahkan yang hilir mudik dengan sepeda dengan tabung dibelakang, baik itu air maupun gas.
Agak jauh kita memandang, nampak dari balik pintu yang sedikit terbuka. Sosok-sosok yang trengginas dengan mesin jahitnya. Dengan tanpa lelah ia buatkan kita baju, celana, Sepatu hingga Televisi bahkan Pesawat. Dan terselip dipojok memainkan mesinnya sambil berdendang, .....ambilkan bulan bu.........
.....ambilkan bintang bu.......
Heiii, Coba tengok lebih jauh sedikit. Pasti kan kau lewati tangan-tangan mungil menyibak hari, dengan sayur di atas kepala, dengan kaki kecilnya yang berdiri anggun diatas roda. Atau bila kita sedikit mau mendengar lebih cermat, kan kau dengar dentang palu nan merdu memecah kerang.
Dan ayo , Mari kita berenang. Tuk sekedar menengok para buruh Jermal. Yang dengan tanganhitam kekarnya ia meraup udang. Nampak terselip di sana, sosok kecil dengan ingusnya.
Heiiiiii, jangan berhenti. Ayo ikuti awan kenegeri seberang. Ada nyanyi lirih dari sana yang lamat, lirih lalu menghilang. Senyap, berganti anyir darah membahana.
Itulah Mereka. KAUM BURUH.
Dari dulu hingga kini nasibmu entah.
Apakah Buruk, baik atau bahkan membusuk.
Deritamu kini dan dahulu tiada beda.
Hanya mengisi waktu menunggu jeda,
hingga jiwa tercabut dari ujung raga.