Sabtu, 29 Agustus 2015

Revolusi Mental 1

Hmmmm..............,
Entah harus mulai dari mana, gamang-ragu. Karena jujur terlalu lama Rumah ini aku tinggalkan.
Namun harus kuluapkan, agar beban otak ini tak semakin berat-penuh hingga pecah terburai isinya.

Revolusi Mental,
Entahlah karena Jokowi yang orang ndeso yang mendengungkannya, dan sayapun wong ndeso.
Atau karena ia dari sebuah Partai, yang dulu ketika kelas 2 SMA-pun saya harus berurusan dengan ruwet dan kerasnya Birokrasi karena menjadi pengurus partai tersebut.
Atau mungkin karena secara tak sadar karena aku bagian Birokrasi kini, hingga ketika seorang Presiden mencetuskan sebuah Ide gagasan maka akupun mendukungnya.

Lepas dari itu semua, jalan hidup aku di Desa ini berawal dari keinginan merubah sebuah keadaan yang jauh dari ideal menjadi paling tidak berkeadilan bagi semua yang mendiaminya. Dalam arti Pemerintah Desa yang bisa melayani dan menempatkan hak serta kewajiban warganya sesuai porsi yang pas.

Itupun tak lepas dari kesalahan masa lalu, yang bertujuan demi perubahan dengan mendorong seseorang justru berakibat lebih buruk bagi desaku. Lebih tepatnya, aku turun ke desa untuk membayar kesalahannku ketika mendorong seseorang memimpin desa ini.

Dengan segala Idealisme yang membumbung tinggi di hati, lalu izin dari istri yang semula agak susah kudapat kutapakkan kakiku untuk sebuah kata. Pengabdian.

Namun pada awal langkahku, langsung menghadang satu kondisi yang membuat diri tercengang. Sebaik-baiknya Calon Kepala Desa adalah yang bisa membagi uang pada pemilih. Artinya Akhlaq, Kemampuan dan Intregritas adalah nomor sekian. Hal pokok adalah Uang.

Di awal walaupun aku menang sesungguhnya aku kalah 1 - 0.